Salah satu kendala pada pengembangan domba di Indonesia adalah fluktuasi
ketersediaan dan rendahnya kualitas pakan. MCDOWELL (1992) melaporkan
bahwa hijauan pakan di daerah tropis jarang dapat memenuhi semua
kebutuhan nutrisi ternak Untuk mengatasi permasalahan ini perlu dicari
sumber pakan baru yang punya potensi sebagai pakan ternak. Limbah
perkebunan dan pabriknya dapat dijadikan sebagai pakan alternatif dan
sampai sekarang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Untuk tumbuh secara optimal ternak memerlukan pakan tambahan yang
mengandung nutrien dan bernilai ekonomis yang tinggi seperti bungkil
kedelai, tepung ikan, jagung, produk samping gandum/ polar dan beberapa
pakan tambahan seperti mineral dan vitamin. Sebagian besar bahan-bahan
tersebut masih diimpor dengan harga yang cukup mahal. Oleh arena itu,
perlu diupayakan alternatif penyediaan dan penggunaan bahan pakan lokal
secara optimal. Salah satu produk samping yang tersedia dalam jumlah
banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku pakan
adalah bulu ayam/ unggas. Bulu ayam berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai sumber protein pakan alternatif pengganti sumber protein
konvensional seperti bungkil kedele dan tepung ikan. Bulu-bulu itu dapat
pula dimanfaatkan untuk makanan ternak (ruminansia, non ruminansia dan
unggas). Jumlah ayam yang dipotong terus meningkat dari tahun ke tahun
sehingga bulu ayamyang dihasilkan juga meningkat dan sekaligus
menimbulkan permasalahan apabila tidak dikelola dengan baik.
Bulu ayam mengandung protein kasar yang cukup tinggi, yakni 80-91 % dari
bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5
% dan tepung ikan 66,2 % (Anonimus, 2003). Sayangnya kandungan protein
kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan nilai biologis yang
tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam
secara in vitro masing-masing hanya 5,8 % dan 0,7 %. Nilai kecernaan
yang rendah tersebut disebabkan bulu ayam sebagian besar terdiri atas
keratin yang digolongkan ke dalam protein serat. Keratin merupakan
protein yang kaya akan asam amino bersulfur, sistin.Ikatan disulfida
yang dibentuk diantara asam amino sistin menyebabkan protein ini sulit
dicerna, baik oleh mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam
saluranpencernaan pasca rumen. Keratin dapat dipecah melalui reaksi
kimia dan enzim, sehinggab pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan
pepsin di dalam saluran pencernaan.
Dengan demikian bila bulu ayam digunakan sebagai bahan pakan sumber
protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan
kecernaannya. Tepung Bulu Terolah/ TerhidrolisaSebagai makanan ternak
tentu saja bulu unggas itu tidak cukup dikeringkan kemudian digiling,
tetapi harus melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu dan
hasilnya inilah yang dinamakan tepung bulu terolah, salah satu bahan
makanan asal hewan yang potensial untuk mengurangi harga ransum dan
pemanfaatan limbah.
Metode Pengolahan untuk Meningkatkan Nilai Nutrisi Bulu Unggas
- perlakuan fisik dengan pengaturan temperatur dan tekanan,
- secara kimiawi dengan penambahan asam dan basa (NaOH, HCL),
- secara enzimatis dan biologis dengan mikroorganisme dan
- kombinasi ketiga metode tersebut.
Hidrolisat bulu ayam adalah bahan pakan sumber protein yang dapat
diproduksi secara lokal dengan kandungan protein kasar sebesar 81−90,60%
(NRC, 1985; SUTARDI, 2001 dalam Siregar, 2005). Protein hidrolisat bulu
ayam kaya akan asam amino bercabang yaitu leusin, isoleusin, dan valin
dengan kandungan masing-masing sebesar 4,88, 3,12, dan 4,44%, namun
defisien akan asam amino metionin dan lisin. Untuk memenuhi kebutuhan
asam lemak rantai cabang bagi pertumbuhan bakteri selulolitik maka
dilakukan suplementasi hidrolisat bulu ayam sebagai sumber asam amino
rantai cabang yang berperan sebagai prekusor asam lemak rantai cabang.
Berdasarkan hasil studi di dalam dan di luar negeri, nilai biologis bulu
ayam dapat ditingkatkan dengan pengolahan dan pemberian perlakuanyang
benar. Sebagai contoh, bulu ayam yang diolah dengan proses NaOH 6 % dan
dikombinasikan dengan pemanasan tekanan memberikan nilai kecernaan 64,6
%. Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin bulu ayam
hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama dapat merusak asam
amino lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi
kecoklatan (browning reaction). Kandungan nutrisi tepung bulu terolah
tertera pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa
Nutrisi | Kandungan |
Protein Kasar
Serat Kasar
Abu
calium
Phospor
Garam | 85%
0,3 – 1,5%
3,0 – 3,5%
0,20 – 0,40%
0,20 – 0,65%
0,20% |
Dilaporkan oleh Rasyaf, 1990
Penggunaan Tepung Bulu Ayam untuk Ternak
Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah
tepung mengandung protein yang tahan terhadap perombakan oleh
mikroorganisme rumen (rumenund egradable protein/ RUP), tetapi mampu
diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pasca rumen. Nilai RUP
tersebut berkisar 53-88 %, sementara nilai kecernaan dalam rumen hanya
12-46 %. Penggunaan tepung bulu unggas sebagai bahan pakan sumber
protein ternak merupakan salah satu pilihan yang perlu mendapat
pertimbangan.
Pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba rumen terutama bakteri
selulolitik membutuhkan asam lemak rantai cabang(BCFA). Bakteri
selulolitik menggunakan asam lemak rantai cabang sebagai kerangka karbon
untuk sintesis protein tubuhnya. Asam lemak rantai cabang yakni
isobutirat, isovalerat dan 2- metil butirat diperoleh dari proteinpakan.
Asam lemak rantai cabang ini adalahhasil deaminasi dan dekarboksilasi
dari asamamino rantai cabang (BCAA) yakni leusin,isoleusin dan valin.
Bila kandungan asam amino rantai cabang pakan rendah maka asam lemak
rantai cabang merupakan factor pembatas pertumbuhan bakteri
selulolitik.
Hidrolisat bulu ayam adalah bahan pakan sumber protein yang dapat
diproduksi secara lokal dengan kandungan protein kasar sebesar 81−90,60%
(NRC, 1985; SUTARDI, 2001). Protein hidrolisat bulu ayam kaya akan asam
amino bercabang yaitu leusin, isoleusin, dan valin dengan kandungan
masing-masing sebesar 4,88, 3,12, dan 4,44%, namun defisien akan asam
amino metionin dan lisin. Untuk memenuhi kebutuhan asam lemak rantai
cabang bagi pertumbuhan bakteri selulolitik maka dilakukan suplementasi
hidrolisat bulu ayam sebagai sumber asam amino rantai cabang yang
berperan sebagai prekusor asam lemak rantai cabang.
Bagi ternak ruminansia mineral merupakan nutrisi yang esensial, selain
digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba
rumen. HOGAN (1996) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan mineral makro
(Ca, P, Mg, Cl dan S), mikro (Cu, Fe, Mn dan Zn) dan langka (I, Co dan
Se). Mineral mikro dan mineral langka dibutuhkan mikroba untuk melakukan
berbagai aktivitas termasuk sintesis vitamin B12, dan kebutuhannya akan
mineral ini sangat sedikit dibandingkan dengan mineral makro.
Dari hasil pengujian biologis, tepung bulu dapat digunakan sebagai
pengganti komponen bahan pakan penyusun konsentrat untuk ternak
ruminansia. Pada domba, penggunaan tepung bulu ayam memberikan prospek
yang menjanjikan. Uji biologis penggunaan tepung bulu ayam sebagai
pengganti sumber protein pakan konvensional (bungkil kedelai) hingga
taraf 40 % dari total protein ransum memberikan respons sebaik ransum
control.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlakuan campuran bulu ayam,
Ca-PUFA, Mg-PUFA (mineral makro organik) dan Zn, Cu, Se, dan Cr, lisinat
(mineral mikroorganik) dapat meningkatkan kecernaan bahan organik,
energi, pertambahan bobot badan, dan efisiensi ransum untuk kambig
peranakan Etawah jantan(muhtarudin et al.) UMI ADIATI et al (2004)
menyatakan bahwaBulu ayam sebagai limbah atau produk samping dari TPA
tersedia cukup banyak dan dapat dipergunakan sebagai sumber protein
pakan dan bemilai tambah bila diproses menjadi tepung bulu ayam.
Pemanfaatan dan penggunaan tepung bulu ayam sebagai salah satu komponen
suplemen protein makanan ternak ruminansia belum banyak dilakukan.
Tepung bulu ayam dapat dipergunakan sebagai salah satu komponen makanan
ternak rurninansia sebagai sumber protein ransum maksimal 40%.
Disarankan agar pemakaiannya dilakukan setelah melalui suatu proses
pengolahan agar ikatan sistin dalam bulu ayam dapat terurai .
Pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai bahan makanan ternak ruminansia
sebaiknya diperuntukkan bagi ternak yang sedang tumbuh (f 10% protein
dalam ransum).
Di Indonesia, tepung bulu untuk bahan makanan unggas ini tersedia dalam
bentuk produk pabrik yang terjamin dan merupakan tepung bulu siap pakai
atau tepung bulu yang sudah diolah. Berbagai hasil penelitian di
berbagai belahan dunia ini menunjukkan bahwa tepung bulu dapat digunakan
pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum tanpa membuat
produktivitas unggas merosot. Semakin baik pengolahannya, akan semakin
baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan
menekan prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat
badan juga merosot (Rasyaf, 1992). Sebagai bahan makanan unggas dan juga
babi, tepung bulu ini memang tidak terlalu menggairahkan. Sejauh mana
penggunaannya memang tergantung pada kemampuan mengolah tepung bulu itu.
Hasil Penelitian Erpomen et al. (2005) Ransum perlakuan dengan susunan
sebagai berikut : A = Ransum tanpa TBA (kontrol), B = Penggantian 25 %
protein tepung ikan dengan TBA, C = Penggantian 50 % protein tepung ikan
dengan TBA, D = Penggantian 75 % priotein tepung ikan dengan TBA, E =
Penggantian 100 % protein tepung ikan dengan TBA. Peubah yang diamati
selama penelitian : konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konvensi
ransum.
Dari hasil penelitian tahap I terlihat bahwa tidak terdapat interaksi
(P>0,05) antara dosis NaOH dengan lama pengukusan terhadap BK, PK, LK
dan pengukusan fermentasi TBA memberikan pengaruh yang sangat nyata
(P<0,05) terhadap BK, PK, LK dan daya cerna protein (TBA). Dari hasil
analisis tahap 2 menunjukkan bahwa bulu ayam yang telah diolah pada
tahap I memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsumsi
ransum, PBB dan konversi ransum.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Konsentrasi NaOH dan
lama pemanasan yang terbaik adalah 0,2 % dengan lama pemanasan 90 menit
yang memeberikan daya cerna protein tertinggi 45,02 % dan kandungan
lemak kasar terendah 13,37 % serta protein kasar 53,79 %. Bulu ayam yang
diolah dengan NaOH dapat dipakai sampai level 15 % (75 % pengganti
tepung ikan) dalam ransum broiler. Hal ini dilihat dari konsumsi ransum,
PBB, dan konversi ransum yang sama dengan ransum tanpa bulu ayam.
Jadi dapat disimpulkan bahwa : Konsentrasi NaOH dan lama pemanasan yang
terbaik adalah 0,2 % dengan lama pemanasan 90 menit yang memeberikan
daya cerna protein tertinggi 45,02 % dan kandungan lemak kasar terendah
13,37 % serta protein kasar 53,79 %. Bulu ayam yang diolah dengan NaOH
dapat dipakai sampai level 15 % (75 % pengganti tepung ikan) dalam
ransum broiler. Hal ini dilihat dari konsumsi ransum, PBB, dan konversi
ransum yang sama dengan ransum tanpa bulu ayam.
Kesimpulan
- Penggunaan tepung bulu unggas dapat menggantikan pakan sumber protein konvensional seperti bungkil kedelai dan tepung ikan.
- Pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai pakan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan bulu ayam yang tidak tepat
- perlakuan campuran bulu ayam, Ca-PUFA, Mg-PUFA (mineral makro
organik) dan Zn, Cu, Se, dan Cr, lisinat (mineral mikro organik) dapat
meningkatkan kecernaan bahan organik, energi, pertambahan bobot badan,
dan efisiensi ransum untuk kambig peranakan Etawah jantan.
- Pemberian tepung bulu unggas tidak boleh lebih dari 4 % dari total formula ransum.
Oleh: Supratman WS.
Abstrak
Bulu
ayam berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber protein pakan
alternatif pengganti sumber protein konvensional seperti bungkil kedele
dan tepung ikan. Bulu-bulu itu dapat pula dimanfaatkan untuk makanan
ternak (ruminansia, non ruminansia dan unggas). Jumlah ayam yang
dipotong terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga bulu ayamyang
dihasilkan juga meningkat dan sekaligus menimbulkan permasalahan apabila
tidak dikelola dengan baik. metode pengolahan untuk meningkatkan nilai
nutrisi bulu unggas yaitu, perlakuan fisik dengan pengaturan temperatur
dan tekanan, secara kimiawi dengan penambahan asam dan basa (NaOH, HCL),
secara enzimatis dan biologis dengan mikroorganisme dan kombinasi
ketiga metode tersebut. Bulu ayam mengandung protein kasar yang cukup
tinggi, yakni 80-91 % dari bahan kering (BK), Tingkat kecernaan bahan
kering dan bahan organik bulu ayam secara in vitro masing-masing hanya
5,8 % dan 0,7 %. Uji biologis penggunaan tepung bulu ayam sebagai
pengganti sumber protein pakan konvensional (bungkil kedelai) hingga
taraf 40 % dari total protein ransum memberikan respons sebaik ransum
control untuk domba dan perlakuan campuran bulu ayam, Ca-PUFA, Mg-PUFA
(mineral makro organik) dan Zn, Cu, Se, dan Cr, lisinat (mineral mikro
organik) dapat meningkatkan kecernaan bahan organik, energi, pertambahan
bobotbadan, dan efisiensi ransum untuk kambig peranakan Etawah jantan.
Bulu ayam yang diolah dengan NaOH dapat dipakai sampai level 15 % (75 %
pengganti tepung ikan) dalam ransum broiler. Hal ini dilihat dari
konsumsi ransum, PBB, dan konversi ransum yang sama dengan ransum tanpa
bulu ayam.
Kata kunci: tepung bulu ayam, potensi, pakan ternak.
BACA JUGA BERITA MENARIK LAINNYA SOBAT :
Salah satu kendala pada pengembangan domba di Indonesia adalah fluktuasi
ketersediaan dan rendahnya kualitas pakan. MCDOWELL (1992) melaporkan
bahwa hijauan pakan di daerah tropis jarang dapat memenuhi semua
kebutuhan nutrisi ternak Untuk mengatasi permasalahan ini perlu dicari
sumber pakan baru yang punya potensi sebagai pakan ternak. Limbah
perkebunan dan pabriknya dapat dijadikan sebagai pakan alternatif dan
sampai sekarang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Untuk tumbuh secara optimal ternak memerlukan pakan tambahan yang
mengandung nutrien dan bernilai ekonomis yang tinggi seperti bungkil
kedelai, tepung ikan, jagung, produk samping gandum/ polar dan beberapa
pakan tambahan seperti mineral dan vitamin. Sebagian besar bahan-bahan
tersebut masih diimpor dengan harga yang cukup mahal. Oleh arena itu,
perlu diupayakan alternatif penyediaan dan penggunaan bahan pakan lokal
secara optimal. Salah satu produk samping yang tersedia dalam jumlah
banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku pakan
adalah bulu ayam/ unggas. Bulu ayam berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai sumber protein pakan alternatif pengganti sumber protein
konvensional seperti bungkil kedele dan tepung ikan. Bulu-bulu itu dapat
pula dimanfaatkan untuk makanan ternak (ruminansia, non ruminansia dan
unggas). Jumlah ayam yang dipotong terus meningkat dari tahun ke tahun
sehingga bulu ayamyang dihasilkan juga meningkat dan sekaligus
menimbulkan permasalahan apabila tidak dikelola dengan baik.
Bulu ayam mengandung protein kasar yang cukup tinggi, yakni 80-91 % dari
bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5
% dan tepung ikan 66,2 % (Anonimus, 2003). Sayangnya kandungan protein
kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan nilai biologis yang
tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam
secara in vitro masing-masing hanya 5,8 % dan 0,7 %. Nilai kecernaan
yang rendah tersebut disebabkan bulu ayam sebagian besar terdiri atas
keratin yang digolongkan ke dalam protein serat. Keratin merupakan
protein yang kaya akan asam amino bersulfur, sistin.Ikatan disulfida
yang dibentuk diantara asam amino sistin menyebabkan protein ini sulit
dicerna, baik oleh mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam
saluranpencernaan pasca rumen. Keratin dapat dipecah melalui reaksi
kimia dan enzim, sehinggab pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan
pepsin di dalam saluran pencernaan.
Dengan demikian bila bulu ayam digunakan sebagai bahan pakan sumber
protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan
kecernaannya. Tepung Bulu Terolah/ TerhidrolisaSebagai makanan ternak
tentu saja bulu unggas itu tidak cukup dikeringkan kemudian digiling,
tetapi harus melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu dan
hasilnya inilah yang dinamakan tepung bulu terolah, salah satu bahan
makanan asal hewan yang potensial untuk mengurangi harga ransum dan
pemanfaatan limbah.
Metode Pengolahan untuk Meningkatkan Nilai Nutrisi Bulu Unggas
- perlakuan fisik dengan pengaturan temperatur dan tekanan,
- secara kimiawi dengan penambahan asam dan basa (NaOH, HCL),
- secara enzimatis dan biologis dengan mikroorganisme dan
- kombinasi ketiga metode tersebut.
Hidrolisat bulu ayam adalah bahan pakan sumber protein yang dapat
diproduksi secara lokal dengan kandungan protein kasar sebesar 81−90,60%
(NRC, 1985; SUTARDI, 2001 dalam Siregar, 2005). Protein hidrolisat bulu
ayam kaya akan asam amino bercabang yaitu leusin, isoleusin, dan valin
dengan kandungan masing-masing sebesar 4,88, 3,12, dan 4,44%, namun
defisien akan asam amino metionin dan lisin. Untuk memenuhi kebutuhan
asam lemak rantai cabang bagi pertumbuhan bakteri selulolitik maka
dilakukan suplementasi hidrolisat bulu ayam sebagai sumber asam amino
rantai cabang yang berperan sebagai prekusor asam lemak rantai cabang.
Berdasarkan hasil studi di dalam dan di luar negeri, nilai biologis bulu
ayam dapat ditingkatkan dengan pengolahan dan pemberian perlakuanyang
benar. Sebagai contoh, bulu ayam yang diolah dengan proses NaOH 6 % dan
dikombinasikan dengan pemanasan tekanan memberikan nilai kecernaan 64,6
%. Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin bulu ayam
hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama dapat merusak asam
amino lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi
kecoklatan (browning reaction). Kandungan nutrisi tepung bulu terolah
tertera pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Terolah/ Terhidrolisa
Nutrisi | Kandungan |
Protein Kasar
Serat Kasar
Abu
calium
Phospor
Garam | 85%
0,3 – 1,5%
3,0 – 3,5%
0,20 – 0,40%
0,20 – 0,65%
0,20% |
Dilaporkan oleh Rasyaf, 1990
Penggunaan Tepung Bulu Ayam untuk Ternak
Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah
tepung mengandung protein yang tahan terhadap perombakan oleh
mikroorganisme rumen (rumenund egradable protein/ RUP), tetapi mampu
diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pasca rumen. Nilai RUP
tersebut berkisar 53-88 %, sementara nilai kecernaan dalam rumen hanya
12-46 %. Penggunaan tepung bulu unggas sebagai bahan pakan sumber
protein ternak merupakan salah satu pilihan yang perlu mendapat
pertimbangan.
Pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba rumen terutama bakteri
selulolitik membutuhkan asam lemak rantai cabang(BCFA). Bakteri
selulolitik menggunakan asam lemak rantai cabang sebagai kerangka karbon
untuk sintesis protein tubuhnya. Asam lemak rantai cabang yakni
isobutirat, isovalerat dan 2- metil butirat diperoleh dari proteinpakan.
Asam lemak rantai cabang ini adalahhasil deaminasi dan dekarboksilasi
dari asamamino rantai cabang (BCAA) yakni leusin,isoleusin dan valin.
Bila kandungan asam amino rantai cabang pakan rendah maka asam lemak
rantai cabang merupakan factor pembatas pertumbuhan bakteri
selulolitik.
Hidrolisat bulu ayam adalah bahan pakan sumber protein yang dapat
diproduksi secara lokal dengan kandungan protein kasar sebesar 81−90,60%
(NRC, 1985; SUTARDI, 2001). Protein hidrolisat bulu ayam kaya akan asam
amino bercabang yaitu leusin, isoleusin, dan valin dengan kandungan
masing-masing sebesar 4,88, 3,12, dan 4,44%, namun defisien akan asam
amino metionin dan lisin. Untuk memenuhi kebutuhan asam lemak rantai
cabang bagi pertumbuhan bakteri selulolitik maka dilakukan suplementasi
hidrolisat bulu ayam sebagai sumber asam amino rantai cabang yang
berperan sebagai prekusor asam lemak rantai cabang.
Bagi ternak ruminansia mineral merupakan nutrisi yang esensial, selain
digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba
rumen. HOGAN (1996) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan mineral makro
(Ca, P, Mg, Cl dan S), mikro (Cu, Fe, Mn dan Zn) dan langka (I, Co dan
Se). Mineral mikro dan mineral langka dibutuhkan mikroba untuk melakukan
berbagai aktivitas termasuk sintesis vitamin B12, dan kebutuhannya akan
mineral ini sangat sedikit dibandingkan dengan mineral makro.
Dari hasil pengujian biologis, tepung bulu dapat digunakan sebagai
pengganti komponen bahan pakan penyusun konsentrat untuk ternak
ruminansia. Pada domba, penggunaan tepung bulu ayam memberikan prospek
yang menjanjikan. Uji biologis penggunaan tepung bulu ayam sebagai
pengganti sumber protein pakan konvensional (bungkil kedelai) hingga
taraf 40 % dari total protein ransum memberikan respons sebaik ransum
control.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perlakuan campuran bulu ayam,
Ca-PUFA, Mg-PUFA (mineral makro organik) dan Zn, Cu, Se, dan Cr, lisinat
(mineral mikroorganik) dapat meningkatkan kecernaan bahan organik,
energi, pertambahan bobot badan, dan efisiensi ransum untuk kambig
peranakan Etawah jantan(muhtarudin et al.) UMI ADIATI et al (2004)
menyatakan bahwaBulu ayam sebagai limbah atau produk samping dari TPA
tersedia cukup banyak dan dapat dipergunakan sebagai sumber protein
pakan dan bemilai tambah bila diproses menjadi tepung bulu ayam.
Pemanfaatan dan penggunaan tepung bulu ayam sebagai salah satu komponen
suplemen protein makanan ternak ruminansia belum banyak dilakukan.
Tepung bulu ayam dapat dipergunakan sebagai salah satu komponen makanan
ternak rurninansia sebagai sumber protein ransum maksimal 40%.
Disarankan agar pemakaiannya dilakukan setelah melalui suatu proses
pengolahan agar ikatan sistin dalam bulu ayam dapat terurai .
Pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai bahan makanan ternak ruminansia
sebaiknya diperuntukkan bagi ternak yang sedang tumbuh (f 10% protein
dalam ransum).
Di Indonesia, tepung bulu untuk bahan makanan unggas ini tersedia dalam
bentuk produk pabrik yang terjamin dan merupakan tepung bulu siap pakai
atau tepung bulu yang sudah diolah. Berbagai hasil penelitian di
berbagai belahan dunia ini menunjukkan bahwa tepung bulu dapat digunakan
pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum tanpa membuat
produktivitas unggas merosot. Semakin baik pengolahannya, akan semakin
baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan
menekan prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat
badan juga merosot (Rasyaf, 1992). Sebagai bahan makanan unggas dan juga
babi, tepung bulu ini memang tidak terlalu menggairahkan. Sejauh mana
penggunaannya memang tergantung pada kemampuan mengolah tepung bulu itu.
Hasil Penelitian Erpomen et al. (2005) Ransum perlakuan dengan susunan
sebagai berikut : A = Ransum tanpa TBA (kontrol), B = Penggantian 25 %
protein tepung ikan dengan TBA, C = Penggantian 50 % protein tepung ikan
dengan TBA, D = Penggantian 75 % priotein tepung ikan dengan TBA, E =
Penggantian 100 % protein tepung ikan dengan TBA. Peubah yang diamati
selama penelitian : konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konvensi
ransum.
Dari hasil penelitian tahap I terlihat bahwa tidak terdapat interaksi
(P>0,05) antara dosis NaOH dengan lama pengukusan terhadap BK, PK, LK
dan pengukusan fermentasi TBA memberikan pengaruh yang sangat nyata
(P<0,05) terhadap BK, PK, LK dan daya cerna protein (TBA). Dari hasil
analisis tahap 2 menunjukkan bahwa bulu ayam yang telah diolah pada
tahap I memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap konsumsi
ransum, PBB dan konversi ransum.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Konsentrasi NaOH dan
lama pemanasan yang terbaik adalah 0,2 % dengan lama pemanasan 90 menit
yang memeberikan daya cerna protein tertinggi 45,02 % dan kandungan
lemak kasar terendah 13,37 % serta protein kasar 53,79 %. Bulu ayam yang
diolah dengan NaOH dapat dipakai sampai level 15 % (75 % pengganti
tepung ikan) dalam ransum broiler. Hal ini dilihat dari konsumsi ransum,
PBB, dan konversi ransum yang sama dengan ransum tanpa bulu ayam.
Jadi dapat disimpulkan bahwa : Konsentrasi NaOH dan lama pemanasan yang
terbaik adalah 0,2 % dengan lama pemanasan 90 menit yang memeberikan
daya cerna protein tertinggi 45,02 % dan kandungan lemak kasar terendah
13,37 % serta protein kasar 53,79 %. Bulu ayam yang diolah dengan NaOH
dapat dipakai sampai level 15 % (75 % pengganti tepung ikan) dalam
ransum broiler. Hal ini dilihat dari konsumsi ransum, PBB, dan konversi
ransum yang sama dengan ransum tanpa bulu ayam.
Kesimpulan
- Penggunaan tepung bulu unggas dapat menggantikan pakan sumber protein konvensional seperti bungkil kedelai dan tepung ikan.
- Pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai pakan dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan bulu ayam yang tidak tepat
- perlakuan campuran bulu ayam, Ca-PUFA, Mg-PUFA (mineral makro
organik) dan Zn, Cu, Se, dan Cr, lisinat (mineral mikro organik) dapat
meningkatkan kecernaan bahan organik, energi, pertambahan bobot badan,
dan efisiensi ransum untuk kambig peranakan Etawah jantan.
- Pemberian tepung bulu unggas tidak boleh lebih dari 4 % dari total formula ransum.
Oleh: Supratman WS.
Abstrak
Bulu
ayam berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber protein pakan
alternatif pengganti sumber protein konvensional seperti bungkil kedele
dan tepung ikan. Bulu-bulu itu dapat pula dimanfaatkan untuk makanan
ternak (ruminansia, non ruminansia dan unggas). Jumlah ayam yang
dipotong terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga bulu ayamyang
dihasilkan juga meningkat dan sekaligus menimbulkan permasalahan apabila
tidak dikelola dengan baik. metode pengolahan untuk meningkatkan nilai
nutrisi bulu unggas yaitu, perlakuan fisik dengan pengaturan temperatur
dan tekanan, secara kimiawi dengan penambahan asam dan basa (NaOH, HCL),
secara enzimatis dan biologis dengan mikroorganisme dan kombinasi
ketiga metode tersebut. Bulu ayam mengandung protein kasar yang cukup
tinggi, yakni 80-91 % dari bahan kering (BK), Tingkat kecernaan bahan
kering dan bahan organik bulu ayam secara in vitro masing-masing hanya
5,8 % dan 0,7 %. Uji biologis penggunaan tepung bulu ayam sebagai
pengganti sumber protein pakan konvensional (bungkil kedelai) hingga
taraf 40 % dari total protein ransum memberikan respons sebaik ransum
control untuk domba dan perlakuan campuran bulu ayam, Ca-PUFA, Mg-PUFA
(mineral makro organik) dan Zn, Cu, Se, dan Cr, lisinat (mineral mikro
organik) dapat meningkatkan kecernaan bahan organik, energi, pertambahan
bobotbadan, dan efisiensi ransum untuk kambig peranakan Etawah jantan.
Bulu ayam yang diolah dengan NaOH dapat dipakai sampai level 15 % (75 %
pengganti tepung ikan) dalam ransum broiler. Hal ini dilihat dari
konsumsi ransum, PBB, dan konversi ransum yang sama dengan ransum tanpa
bulu ayam.
Kata kunci: tepung bulu ayam, potensi, pakan ternak.